Jumat, 22 Juli 2011

Preview: Turkmenistan vs. Indonesia

Sulit untuk melihat timnas garuda kita pulang ke tanah air dengan kemenangan di tangan timnas Indonesia. Buka bermaksud paranoid tetapi, persiapan timnas kita kali ini sangat buruk. Terlalu mepet dengan hanya 5 hari persiapan sedangkan Turkmenistan sudah siap dengan persiapan sebulan sudah mereka menggelarkan pelatnas di Belarusia. Padahal, jika PSSI lancar, setelah liga selesai merupakan waktu yang tepat untuk menggelar pelatnas karena sudah tidak ada untuk pemain mementingkan timnya. Tetapi realitas tidak mengatakan seperti itu. Dengan persiapan minim, stamina pemain pun kurang optimal, apa yang kita harus harap dengan timnas kita ?

Setelah pemilihan Djohar Arifin Husein di pilih sebagai PSSI, bukan main sulitnya keadaanya yang langsung harus dihadapinya, tetapi bukan membuat hal lebih mudah malah menyusahkan diri setelah memecat pelatih Alfred Reidl dan asistenya dan Wolfgang Pikal. Widodo C. Putro pun ditempatkan sebagai pelatih U-14. PSSI harus mulai dari awal, padahal seleksi pemain sudah di pilih oleh Alfred Reidl. Walau pemecatan Alfred tidak dianggap serius, tetapi jika kita lihat waktu pemecatanya cukup serius. Tetapi itu sudah terjadi dan kita harus menerima fakta realitas.
Dengan pelatih baru Wim Rijsbergen, tentupun gaya permainan juga berubah. pada era Alfred, timnas menggunakan formasi 4-4-2, sekarang dengan kendali Wim Rijsbergen, timnas kembali menggunakan formasi 4-3-3 seperti pada era Ivan Kolev. Saya rasa dengan persiapan minim, formasi 4-3-3 paling cocok untuk diterapkan karena dengan formasi ini, pemain bisa memaksimalkan skill individual masing-masing tetapi tidak terlalu individual juga. Kembalinya Boaz sudah tidak lagi oleh skill individualnya. Namun formasi 4-3-3 cukup menguras tenaga jika bola tidak berguli effektif jadi yang harus dipentingkan oleh pelatih Wim Rijsbergen dan kedua asistenya yang merupakan pelatih lokal top yaitu Rahmad Darmawan dan Aji Santoso adalah untuk memastikan bola bergurlir dengan lancar di lini tengah dan memberi supply bola harus efektif. Yang harus diperbaiki adalah lini belakang yang mudah rapuh. Nama baru ditimnas seperti Gunawan Dwi Cahyo dan Wahy Wijiastanto diharapkan bisa membangun disiplin di lini belakang namun sayangnya, Wahyu bersama dengan pemain Persija Toni Sucipto tidak bisa berangkat menuju Turkmenistan karena visa mereka belum keluar. Kembalinya seorang Ricardo bisa memberi harapan bahwa bek timnas bisa lebih solid. Kiper pun harus lebih fokus agar tidak melakukan blunder.
Di tangan lain, permainan Turkmenistan sudah jauh lebih siap dan terbentuk. Apalagi dengan postur tinggi dan fisik kuat, solidaritas Turkmenistan sudah tidak diragukan lagi. Pemain andalan mereka merupakan seorang Berdi Samyradov merupakan striker yang sangat mematikan dengan postur yang cukup tinggi pemain ini sulit untuk dihentikan dan Berdi dikenal cukup berbahaya di udara. Hal yang sulit untuk anak-anak garuda untuk di kontrol. Seperti tim-tim pecahan Uni Soviet lainya, permainan Turkmenistan mendalakan permainan cepat dan bola-bola atas yang tidak sulit mengetahui postur yang cukup tinggi. Timnas garuda harus mengandalkan kreatifitas pemain dan membiarkan pemain-pemain berkreasi secara tim beranggota 11 orang.

Kondisi tim minim, stamina minim, persiapan minim. Apa yang bisa kita andalkan dengan timnas kita. Hanya satu hal yaitu semangat juang. Dengan kondisi PSSI yang masih bermasalah, pasti timnas ingin memberikan hasil yang maksimal. Tidak usah menang tetapi harus maksimal dan berjuang. Sosok seperti Bambang Pamungkas bisa diandalkan untuk memberikan 110% yang bisa ia lakukan di lapangan hijau. Jangan kalah dahulu sebelum pluit panjang pengakhir pertandingan di tiup. Garuda di dadaku, garuda kebangaanku, kuingin hari ini pasti menang!